Bismillah...
Pertanyaan ini menggunakan
subyek ‘saya’ karena pertanyaan ini memang saya tujukan untuk saya pribadi.
Entitas hidup yang paling saya mengerti. Prinsip-prinsip hidupnya. Pola
pemikirannya. Dan yang paling penting saya memiliki kuasa optimal terhadap apa
yang dilakukan ‘saya’.
Setiap orang
memiliki ukuran-ukuran yang berbeda sehingga tidaklah tepat memaksakan
ukuran-ukuran saya atas perbuatan,
keadaan, maupun peristiwa yang menjadi bagian hidup saya kepada orang lain yang
memiliki ukuran-ukuran yang berbeda. Selalu, yang bisa saya lakukan hanyalah
menyampaikan ukuran-ukuran saya kepada orang lain baik melalui perkataan maupun
perbuatan sebagai pilihan maupun kesempatan bagi orang lain untuk mendapatkan wawasan-wawasan
baru mengenai ukuran orang lain, bukan dalam bentuk pemaksaan. Bisa jadi
ukuran-ukuran itu lebih baik daripada ukuran-ukuran pribadinya sehingga dia mau
merekonstruksi ukuran-ukurannya. Pun sebaliknya terhadap ukuran-ukuran saya
sendiri.
Ketika waktu
sholat kian dekat, dan Adzan segera berkumandang, hati saya gelisah untuk
segera memenuhi panggilan tersebut. “Wahai
jiwa-jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Rob-mu dengan hati yang ridho lagi
diridhoi-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku dan masuklah
surga-Ku.” Beberapa ayat terakhir surat Al Fajr inilah yang memberikan
hikmah bagiku dalam menjawab pertanyaan yang terlintas dalam benakku. Kenapa saya harus sholat fardhu pada awal waktu secara berjama'ah di masjid?
Dengan
sholat, jalan itu mulai terlihat. Namun, dimana arah? Akankah saya terus
berjalan mengikuti kemana jiwa melangkah dalam jalan yang telah terlihat itu. Ayat
selanjutnya memberi jawab. “Kembalilah kepada Robb-mu dengan hati yang
ridho lagi diridhoi-Nya”. Ya, dalam sholatku saya harus kembali kepada Dzat
yang menciptakanku, yang mengetahui diriku lebih dari apa yang kuketahui
tentang diriku. Tapi, bagaimana saya kembali kepada Alloh? Bukankah untuk
kembali kepadanya saya harus mati terlebih dahulu? Mungkin kamu belum bisa
kembali kepada Alloh secara mutlak. Akan tetapi, berkunjunglah ke rumah Alloh.
Mulailah proses kembalimu kepada Alloh dengan secara rutin berkunjung ke rumah-Nya, sholat fardhu di
rumah Alloh. Berdoalah dan berharaplah dengannya kau bisa benar-benar kembali padanya
kelak setelah mati. Jadilah sebagian dari Orang-orang yang khusyuk. “Dan
mintalah pertolongan (kepada Alloh) dengan sabar dan (mengerjakan sholat)
sholat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi
orang-orang yang khusyu’. (Yaitu,) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan
menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.(2:45-46)” Dimanakah
Rumah Alloh? Anas RA meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Siapapun
yang mencintai Allah SWT, harus mencintai aku. Siapapun yang mencintai aku
harus mencintai Sahabat-Sahabatku. Siapapun yang mencintai Sahabat-Sahabatku,
harus mencintai Al Qur’an. Siapapun mencintai Al Qur’an, harus mencintai
masjid. Masjid adalah rumah Allah SWT. Allah SWT telah memerintahkan kita untuk
memuliakannya. Allah SWT telah memberkati tempat ini dan orang-orang yang menempatinya
untuk urusan yang benar. Allah SWT melindungi masjid-masjid ini dan
penghuninya. Para penghuni ini mendirikan shalat di dalam masjid-masjid ini.
Allah SWT memenuhi kebutuhan mereka dan mengabulkan doa-doa mereka. Allah SWT
melindungi harta-harta mereka selagi mereka berada di dalam masjid.” (Qurtubi) Pergilah sholat fardhu ke masjid! Pergilah
kesana dengan hati yang ridho, tinggalkan urusan-urusan dunia yang
menyibukkanmu, yang tidak bisa menjadi udzur atau keringanan untuk menghentikan
langkahmu ke masjid. Ikhlaskan, relakan
duniamu! ”Sesungguhnya, tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah
Azza wa Jalla, melainkan pasti Allah akan menggantikan dengan sesuatu yang
lebih baik bagimu.” (HR Ahmad, al-Albani mengatakan, sanadnya shahih sesuai
syarat Muslim). Pergilah kesana pada saat-saat yang dirirhoi-Nya! Saya ingat
dulu Ustadz di kampung halaman saya pernah menjelaskan dari kitab Fathul Qorib,
atau yang dulu selalu disingkat Taqrib, bahwa orang yang sholat pada awal waktu
sepertiga pertama akan mendapatkan ridho Alloh, sepertiga kedua akan mendapat rohmat
Alloh, dan sepertiga akhir hanya mendapatkan pemberian maaf dari Alloh. Dulu,
beliau memberi analogi, ketika tuan rumah menyiapkan beberapa hadiah bagi orang
yang bertamu ke tempatnya pada waktu tertentu. Orang-orang yang datang pada
awal waktu yang ditentukan dipersilakan memilih sendiri hadiah apa yang mereka
inginkan, yang datang kemudian karena hadiahnya tinggal terbatas diberi
seadanya, sedang yang datang belakangan karena hadiah sudah habis dan pintu
rumah mau ditutup, ketika mereka datang, tuan rumah berkata, “Maaf ya, jatahnya
sudah habis. Lain kali datang lebih awal”.
“Maka
masuklah ke dalam jama’ah hamba-hambaku!”. Sendiri itu rapuh. Saya sadari itu.
Bahkan, Nabi Musa pun meminta kepada Alloh agar dalam menjalankan da’wahnya
kepada Bani Isroil, diberi pendamping, yaitu Nabi Harun. Pun, Nabi Isa dengan
hawariyyun atau Rosululloh Muhammad dengan Abu Bakar. Meskipun saya telah berada
dalam jalan yang benar dengan pemahaman arah yang benar pula, saya sadar di
jalan itu ada banyak ujian maupun halangan entah berupa keburukan, malang
maupun kelalaian atas kebaikan dan keberuntungan. Ya, sholat sendiri adalah
pilihan terakhir yang penuh penyesalan. Maha Suci Alloh yang memberikan solusi
atas keraguan akan kemampuan saya untuk bisa bertahan meraih ketenangan jiwa,
kedekatan dengan Alloh, serta keterbukaan
dan kelapangan hati akan petunjuk-Nya. Sholatlah
secara berjama’ah! Berkumpul dengan orang-orang yang berusaha menjadi
sebenar-benar hamba Alloh. Berusaha kembali kepada fitrah penciptaannya. “Dan
tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah (kepada-Ku)”(51:57).
“Dan masuklah
surgaku”. Senyuman yang berseri yang selalu kutemukan ketika berjamaa’ah di
masjid. Doa keselamatan yang kudapatkan
berkali-kali. Jabat tangan erat yang menambahkan kemantapan. Tepukan di bahu
yang menyalurkan semangat yang menegakkan. Entah bagi orang lain, Bagi saya
itulah sebagian surga di dunia. Perasaan tenang yang dalam hingga sedikit
kantuk menimpa, memberikan rasa nyaman menormalkan kembali gejolak-gejolak jiwa
yang melanda menumbuhkan dan menyegarkan
kembali perasaan bahagia. Saya kira, ini juga bagian dari surga.
Itulah sebaris kisah saya atas tanya jiwa. Kenapa saya? Sebagian orang mungkin lebih tahu mengenai pahala, kebaikan, kewajiban, hikmah, peringatan, ancaman, dan lainnya berkaitan dengan kata kunci sholat fardhu, awal waktu, berjama’ah, dan masjid. Akan tetapi, seperti dalam paragraf awal, inilah sebagian ukuran-ukuran saya. Semoga impian saya untuk menjadi ma’mum sholat berjama’ah dengan Imam Rosululloh Muhammad Saw. di surga kelak dalam shof yang masih bisa melihat gerakan beliau, mendengar bacaan Quran dan takbir beliau akan tercapai. Terima kasih saya sampaikan kepada pembaca tulisan saya yang mendoakan agar Alloh mengabulkan dan membimbing saya untuk merealisasikan impian tersebut. Semoga Impian-impian anda pun tercapai. Bagi yang Alloh takdirkan mengenal saya, ingatkanlah saya dan nasihatilah saya akan perasaan dan impian saya ini. Jazakumullohu Khoiron, Astaghfirullohal Adzim wa shodaqollohul Adzim.
Itulah sebaris kisah saya atas tanya jiwa. Kenapa saya? Sebagian orang mungkin lebih tahu mengenai pahala, kebaikan, kewajiban, hikmah, peringatan, ancaman, dan lainnya berkaitan dengan kata kunci sholat fardhu, awal waktu, berjama’ah, dan masjid. Akan tetapi, seperti dalam paragraf awal, inilah sebagian ukuran-ukuran saya. Semoga impian saya untuk menjadi ma’mum sholat berjama’ah dengan Imam Rosululloh Muhammad Saw. di surga kelak dalam shof yang masih bisa melihat gerakan beliau, mendengar bacaan Quran dan takbir beliau akan tercapai. Terima kasih saya sampaikan kepada pembaca tulisan saya yang mendoakan agar Alloh mengabulkan dan membimbing saya untuk merealisasikan impian tersebut. Semoga Impian-impian anda pun tercapai. Bagi yang Alloh takdirkan mengenal saya, ingatkanlah saya dan nasihatilah saya akan perasaan dan impian saya ini. Jazakumullohu Khoiron, Astaghfirullohal Adzim wa shodaqollohul Adzim.
1 komentar:
siip, dalam sekali mengena di hati saya.
OK Insya Allah saya belajar mengamalkan ini.
Posting Komentar