Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Selasa, 08 November 2011

Who Am I?

Konsep Diri adalah cara pandang kita yang merupakan pusat dari kesadaran dan tingkah laku kita. Konsep diri melibatkan perasaan, nilai-nilai yang kita anut serta keyakinan-keyakinan kita (Atwater,1983)”.

Hidupku adalah kumpulan dari langkah-langkah yang telah kulakukan sehingga ada saat sejenak tuk meniti jejak-jejaknya. Telah sampai manakah kini diriku? Apakah selama ini aku telah melangkah lurus ke depan, melangkah berkelok-kelok, atau kah justru ku hanya sedang berputar-putar?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut diperlukan pengenalan akan konsep diri. “Konsep Diri adalah cara pandang kita yang merupakan pusat dari kesadaran dan tingkah laku kita. Konsep diri melibatkan perasaan, nilai-nilai yang kita anut serta keyakinan-keyakinan kita (Atwater,1983)”. Salah satu konsep diri yang dapat digunakan adalah Body Image. Body Image berarti cara kita memandang diri kita sendiri layaknya bercermin.
Cermin, memberikan sebuah pantulan bening akan diri. Meski, kadang ia buram atau memberikan refleksi dari sudut yang tidak ku inginkan. Cermin memberi segenggam informasi yang apa adanya guna memformulasikan diri akan menjadi apakah aku ketika aku meninggalkannya dan pergi ke alam realita. Tentu, cermin pun seringkali bias karena ia memberi pantulan tidak hanya tergantung kondisi sang empu yang sedang bercermin, tetapi juga kondisi cermin itu sendiri. Mungkin saja ia retak, datar,cembung, cekung, atau memang telah memberi pantulan apa adanya. Oleh karena itu, tak bijak jika hanya menilai diri menggunakan satu cermin saja. Jadi, wahai Cermin, who am I?
Who am I?(1), Body Image
Aku seringkali memproyeksikan diriku sebagaimana yang tersirat dari namaku, Yunis Kripsiawan Watuaji. Paling tidak ada lima kata dalam namaku yang aku terjemahkan sebagai diriku, yaitu Yuni atau Juni (Bulan kelahiranku), Skripsi (Ketika aku lahir ibuku tengah menyelesaikan skripsi untuk studinya), Awan (Dalam bahasa Indonesia berarti kumpulan uap air yang terkondensasi dan mengapung di atmosfer bumi, sedang dalam bahasa jawa berarti siang, aku lahir pada siang hari), Watu (dalam bahasa jawa berarti batu), dan Aji (Dalam bahasa jawa berarti kuat).
Juni adalah bulan pertengahan. Seperti itulah aku menggambarkan diriku. Aku adalah tipikal orang yang tidak ingin berpihak sepenuhnya terhadap satu sisi apalagi memisahkan antara dua sisi bahwa sisi satu adalah salah sedang sisi lainnya adalah benar. Seorang cendekia pernah mengatakan, di dalam diriku sangat mungkin terkandung kesalahan meski aku merasa benar, sedang dalam dirinya sangat mungkin terkandung kebenaran meski aku menganggapnya salah. Mungkin ini juga yang membuatku kadang menjadi ragu dalam membuat sebuah keputusan.
Skripsi artinya tujuanku adalah menjadi orang yang berilmu atau cendekia. Aku senang sekali membaca karena aku yakin membaca adalah salah satu sumber ilmu. Karena dengan ilmu akan ada sesuatu yang baru yang bisa kuberikan untuk orang lain dan khususnya untuk diriku sendiri. Namun, dalam mencari ilmu aku cenderung lebih suka menyendiri ketika aku belum menemukan makna atau hikmah dalam sebuah fenomena. Akan tetapi, ketika makna dan hikmah itu telah kutemukan aku lebih suka berada di tengah-tengah keramaian dan memberi manfaat kepada orang-orang di sekitarnya. Bukankah demikianlah yang Prof. Habibie katakan? Cendekia bukanlah orang yang hanya bereksperimen di laboratoriumnya saja tetapi cendekiawan adalah orang yang mendedikasikan dirinya untuk menjadi orang yang memiliki manfaat dan memberikan manfaat untuk orang lain.
Awan di langit dalam kondisi normalnya ia tak bisa sendiri untuk bermanfaat meski jika ia sendiri ia dapat tetap bertahan. Namun, manfaatnya akan lebih maksimal jika ia berada dalam sebuah jama’ah atau perkumpulan, baik sebagai peneduh maupun perantara penyebar sumber kehidupan, air. Bahkan, dalam marahnya dengan guntur dan kilat, sebenarnya ia hanya ingin menyeimbangkan kondisi yaitu ion-ion di langit dan bumi.
Awan atau siang memberikan terang. Kondisi ketika orang dapat bekerja. Seperti dalam kitab suci, wannahaari idza maa’syaa, “Dan waktu siang untuk mencari penghidupan”. Inilah yang membuatku bercita-cita untuk membuat sumber penghidupan bagi orang lain.
Watu yang berarti batu menandakan diriku yang teguh. Teguh dalam meyakini apa yang telah menghujam dalam sanubari. Apa yang telah menjadi asasi, hak yang dipertanggungjawabkan. Meski kadang hal ini membuatku terlihat kaku. But, it’s okay. A man should have a principle and hold it!
Aji yang berarti kuat menandakan diriku yang berusaha menjadi kuat. Kuat secara jasad dengan olahraga dan mengikuti bela diri. Kuat secara jiwa dengan mendalami dan mengamalkan agama yang diyakini. Serta Kuat sebagaimana My Prophet SAW said, bahwa orang yang kuat adalah orang yang mampu menahan emosinya ketika emosi itu memuncak. That’s it!
Semoga apa yang kutulis ini sekaligus menjadi doa, sehingga diriku benar-benar menjadi diri yang kuinginkan bahkan lebih baik. Robbi hablii hukman wa alhiqni bissholihiin(Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku ilmu dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang saleh: QSAssyua'ra' 26:83). Wallohu a'lam. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar