Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Jumat, 07 September 2012

Ketika Engkau Pergi -Sampai Jumpa di Surga Duhai Cinta Pertama-

Iqro' Bismi robbikalladzii kholaq...

Senyum, dan Tangis adalah rahmat bagi manusia. Senyuman yang hangat buah rasa syukur. Senyuman semangat untuk sahabat. Hingga Senyuman kepasrahan ketika datangnya ujian. Tangis bahagia atas sebuah anugerah. Tangis rindu dan cinta untuk sahabat. Hingga Tangis kesedihan ketika kehilangan. Itu semua adalah rahmat. Kasih Sayang dari Yang Maha Penyayang tuk meluaskan hati, tuk mengangkat beban, tuk memberi kelegaan.

Suatu Pagi, sebuah kabar duka menghampiri. Sebuah kabar meninggalnya Ibu dari seorang sahabat di tempat kerja. Inna Lillahi wa inna ilahi roji’un. Sungguh, segalanya adalah milik Alloh dan sungguh kepada-Nya semua akan kembali. Kematian itu datang serba tiba-tiba. Ketika Dunia melalaikan manusia untuk mengingatnya, maka saat ia menyapa yang kita cinta, tetesan air mata mengalir begitu saja. Apalagi yang kita cinta itu adalah orang tua. Namun, untuk siapa sebenarnya air mata itu? Untuk yang kita cinta kah? Atau untuk diri kita sendiri? Pertanyaan yang bisa dijawab ketika jujur pada diri sendiri. Jika yang kita khawatirkan adalah kita yang ditinggalkan. Terbersit, Bagaimana hidup kita sepeninggalnya. Apa yang bisa kita lakukan tanpanya. Sudahkah kita membahagiakannya Berarti air mata itu untuk diri kita sendiri. Jika yang kita khawatirkan adalah yang meninggalkan kita. Apakah amal-amalnya diterima. Dosa-dosanya diampuni. Dimana posisinya di hadapan Tuhannya. Berarti air mata itu untuk yang kita cinta. Dua-duanya tak salah. Dua-duanya wajarnya manusia. Karena ikatan cinta, maka air mata adalah niscaya ketika berpisah.

Bagi kita yang belum disapa oleh hilangnya nyawa. Ada hikmah yang bisa diambil pelajaran. Siapkan diri kita untuk ditinggalkan maupun meninggalkan. Imam Al Ghozali mengatakan dalam Ihya Ulumuddin, dalam Bab Kematian. Cukuplah kematian itu sebagai pengingat. 

Kabar Pagi itu, mengantarkan kerinduan kepada orang tua yang jauh di tempat kelahiran. Tidak, bukan kematian yang menjadi kekhawatiran utama. Tapi ridho mereka lah yang membuat gelisah. Sudahkah mereka ridho dengan putranya. Karena meski antara yang saling mencinta, kata cinta, sayang, dan ridho itu seringkali sungkan terucap. Mungkin, perbuatan dan perhatian dianggap sudah mewakili. Namun, Bagaimana dengan yang terpisah jarak? Ketika laku dan perhatian itu terbatas dari pandangan. Pun, terkadang hati dan pikiran tak mampu atau ragu menafsirkan cinta, sayang, dan ridho itu. Maka sebaris kalimat jujur yang terucap dari lisan tentu akan memberi ketenangan. 

Seketika handphone diraih tuk menghubungi orang tua. Mengawali dengan pengantar yang biasa, kemudian memberi kabar yang baru diterima. Dan mengakhiri dengan pertanyaan, “Buk, Ibu senang dan ridho ga punya putra seperti saya”. Segala puji bagi Alloh, rasa syukur yang tak terkira ketika dari lisannya terucap, “Tentu saja nak, Ibu senang dan ridho punya anak seperti kamu”. Cukuplah! Itu cukup bagi hati dan jiwa, Ridho orang tua yang menjadi cinta pertama

Maka setelahnya siapkan diri tuk memberi. Tak berarti harus menyusahkan diri. Cukup yang kita mampu dan miliki terlebih yang kita cintai. Berikan Mahkota kemuliaan bagi orang tua kita, Jadilah satu di antara Penjaga Alquran, yang membaca, mempelajari, menghafal, mengamalkan, serta mengajarkannya, dengan meminta Ridho Pemilik Alquran dan dengan penuh kenikmatan bukan keterpaksaan, meski seringkali pada awalnya harus memaksa diri sebelum dapat menikmati. Jika belum mampu siapkan keluarga kita kelak sebagai Barisan Penjaga Alquran. Jadilah Anak yang solih dan mensolihkan yang mendoakan mereka dalam setiap kesempatan Doa kita. Niatkan Shodaqoh kita bagi Orang tua kita. Ketiganya dapat kita ikhtiarkan ketika mereka masih bersama kita maupun telah meninggalkan kita.

Jagalah amalan-amalan kita. Istiqomahkan amalan-amalan unggulan dan cadangkan amalan-amalan lain yang kita masih mampu melaksanakannya guna meraih ridho Yang Maha Kuasa. Genggamlah Dunia ini, waktu, manusia serta segala sumber daya di dalamnya untuk menyemai dan memperlebar jalan pertemuan dengan Robb kita kelak. Bukankah pertemuan itu nantinya di surga? Dan orang-orang yang mencintai karena-Nya akan berkumpul bersama, bahagia dalam ridho-Nya.

Wallohu a’lam bishowab wa nastaghfirullohal adzim. Subhanaka laa ‘ilma lanaa illa maa ‘allamtana.


Awan Lazuardi(6 September 2012/19 Syawal 1433H)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar