Iqro' Bismi robbikalladzii kholaq...
Senyum, dan Tangis adalah rahmat
bagi manusia. Senyuman yang hangat buah rasa syukur. Senyuman semangat untuk sahabat.
Hingga Senyuman kepasrahan ketika datangnya ujian. Tangis bahagia atas sebuah
anugerah. Tangis rindu dan cinta untuk sahabat. Hingga Tangis kesedihan ketika
kehilangan. Itu semua adalah rahmat. Kasih Sayang dari Yang Maha Penyayang tuk
meluaskan hati, tuk mengangkat beban, tuk memberi kelegaan.
Suatu Pagi, sebuah kabar duka menghampiri.
Sebuah kabar meninggalnya Ibu dari seorang sahabat di tempat kerja. Inna
Lillahi wa inna ilahi roji’un. Sungguh, segalanya adalah milik Alloh dan
sungguh kepada-Nya semua akan kembali. Kematian itu datang serba tiba-tiba.
Ketika Dunia melalaikan manusia untuk mengingatnya, maka saat ia menyapa yang
kita cinta, tetesan air mata mengalir begitu saja. Apalagi yang kita cinta itu
adalah orang tua. Namun, untuk siapa sebenarnya air mata itu? Untuk yang kita
cinta kah? Atau untuk diri kita sendiri? Pertanyaan yang bisa dijawab ketika
jujur pada diri sendiri. Jika yang kita khawatirkan adalah kita yang
ditinggalkan. Terbersit, Bagaimana hidup kita sepeninggalnya. Apa yang bisa kita
lakukan tanpanya. Sudahkah kita membahagiakannya Berarti air mata itu untuk
diri kita sendiri. Jika yang kita khawatirkan adalah yang meninggalkan kita.
Apakah amal-amalnya diterima. Dosa-dosanya diampuni. Dimana posisinya di
hadapan Tuhannya. Berarti air mata itu untuk yang kita cinta. Dua-duanya tak
salah. Dua-duanya wajarnya manusia. Karena ikatan cinta, maka air mata adalah
niscaya ketika berpisah.
Bagi kita yang belum disapa oleh
hilangnya nyawa. Ada hikmah yang bisa diambil pelajaran. Siapkan diri kita
untuk ditinggalkan maupun meninggalkan. Imam Al Ghozali mengatakan dalam Ihya
Ulumuddin, dalam Bab Kematian. Cukuplah kematian itu sebagai pengingat.
Kabar Pagi itu, mengantarkan
kerinduan kepada orang tua yang jauh di tempat kelahiran. Tidak, bukan kematian
yang menjadi kekhawatiran utama. Tapi ridho mereka lah yang membuat gelisah.
Sudahkah mereka ridho dengan putranya. Karena meski antara yang saling
mencinta, kata cinta, sayang, dan ridho itu seringkali sungkan terucap.
Mungkin, perbuatan dan perhatian dianggap sudah mewakili. Namun, Bagaimana
dengan yang terpisah jarak? Ketika laku dan perhatian itu terbatas dari
pandangan. Pun, terkadang hati dan pikiran tak mampu atau ragu menafsirkan
cinta, sayang, dan ridho itu. Maka sebaris kalimat jujur yang terucap dari
lisan tentu akan memberi ketenangan.
Seketika handphone diraih tuk
menghubungi orang tua. Mengawali dengan pengantar yang biasa, kemudian memberi
kabar yang baru diterima. Dan mengakhiri dengan pertanyaan, “Buk, Ibu senang
dan ridho ga punya putra seperti saya”. Segala puji bagi Alloh, rasa syukur
yang tak terkira ketika dari lisannya terucap, “Tentu saja nak, Ibu senang dan
ridho punya anak seperti kamu”. Cukuplah! Itu cukup bagi hati dan jiwa, Ridho
orang tua yang menjadi cinta pertama
Maka setelahnya siapkan diri tuk
memberi. Tak berarti harus menyusahkan diri. Cukup yang kita mampu dan miliki
terlebih yang kita cintai. Berikan Mahkota kemuliaan bagi orang tua kita,
Jadilah satu di antara Penjaga Alquran, yang membaca, mempelajari, menghafal,
mengamalkan, serta mengajarkannya, dengan meminta Ridho Pemilik Alquran dan
dengan penuh kenikmatan bukan keterpaksaan, meski seringkali pada awalnya harus
memaksa diri sebelum dapat menikmati. Jika belum mampu siapkan keluarga kita
kelak sebagai Barisan Penjaga Alquran. Jadilah Anak yang solih dan mensolihkan
yang mendoakan mereka dalam setiap kesempatan Doa kita. Niatkan Shodaqoh kita
bagi Orang tua kita. Ketiganya dapat kita ikhtiarkan ketika mereka masih
bersama kita maupun telah meninggalkan kita.
Jagalah amalan-amalan kita.
Istiqomahkan amalan-amalan unggulan dan cadangkan amalan-amalan lain yang kita
masih mampu melaksanakannya guna meraih ridho Yang Maha Kuasa. Genggamlah Dunia
ini, waktu, manusia serta segala sumber daya di dalamnya untuk menyemai dan
memperlebar jalan pertemuan dengan Robb kita kelak. Bukankah pertemuan itu
nantinya di surga? Dan orang-orang yang mencintai karena-Nya akan berkumpul
bersama, bahagia dalam ridho-Nya.
Wallohu a’lam bishowab wa
nastaghfirullohal adzim. Subhanaka laa ‘ilma lanaa illa maa ‘allamtana.
Awan Lazuardi(6
September 2012/19 Syawal 1433H)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar