Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Jumat, 27 April 2012

KENAPA SAYA HARUS SHOLAT FARDHU PADA AWAL WAKTU SECARA BERJAMAAH DI MASJID?



Bismillah...
                Pertanyaan ini menggunakan subyek ‘saya’ karena pertanyaan ini memang saya tujukan untuk saya pribadi. Entitas hidup yang paling saya mengerti. Prinsip-prinsip hidupnya. Pola pemikirannya. Dan yang paling penting saya memiliki kuasa optimal terhadap apa yang dilakukan ‘saya’.
Setiap orang memiliki ukuran-ukuran yang berbeda sehingga tidaklah tepat memaksakan ukuran-ukuran saya atas  perbuatan, keadaan, maupun peristiwa yang menjadi bagian hidup saya kepada orang lain yang memiliki ukuran-ukuran yang berbeda. Selalu, yang bisa saya lakukan hanyalah menyampaikan ukuran-ukuran saya kepada orang lain baik melalui perkataan maupun perbuatan sebagai pilihan maupun kesempatan bagi orang lain untuk mendapatkan wawasan-wawasan baru mengenai ukuran orang lain, bukan dalam bentuk pemaksaan. Bisa jadi ukuran-ukuran itu lebih baik daripada ukuran-ukuran pribadinya sehingga dia mau merekonstruksi ukuran-ukurannya. Pun sebaliknya terhadap ukuran-ukuran saya sendiri.
Ketika waktu sholat kian dekat, dan Adzan segera berkumandang, hati saya gelisah untuk segera memenuhi panggilan tersebut. “Wahai jiwa-jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Rob-mu dengan hati yang ridho lagi diridhoi-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku dan masuklah surga-Ku.” Beberapa ayat terakhir surat Al Fajr inilah yang memberikan hikmah bagiku dalam menjawab pertanyaan yang terlintas dalam benakku. Kenapa saya harus sholat fardhu pada awal waktu secara berjama'ah di masjid?
“Wahai jiwa-jiwa yang tenang!” Ayat ini terasa sekali menyindirku. Setiap harinya, saya pasti dan tak terelakkan lagi tersibukkan oleh urusan-urusan dunia terlepas diniatkan untuk ibadah pada awalnya atau tidak. Dalam kesibukan itu, jiwa terusik. Jiwa terombang-ambing oleh dinamika emosi, syahwat, dan kekosongan waktu. Ini membuat ketenangan yang menjadi fitrah dari jiwa yang selalu mengingat Alloh memudar secara perlahan. Di sinilah jiwa saya menyambut seruan itu. Jiwa saya yang lalai, jumud dan diuji syahwat setiap saat, hendak meraih seruan itu. Mungkin jiwa saya belum menjadi jiwa yang tenang tetapi jiwa saya bertujuan untuk menjadi jiwa yang tenang. Lalu, bagaimana saya bisa meraih jiwa yang tenang itu? Dapatkanlah kondisi yang tenteram dan jiwamu khan tenang. Allah berfirman yang artinya: "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tenteram". (13:28). Bagaimana saya bisa senantiasa mengingat Alloh untuk mendapat kondisi yang tenteram itu? Mendekatlah kepada Alloh! Semakin kau dekat, semakin kau mengingat Alloh.  “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Keadaan paling dekat seorang hamba dari rabbnya adalah ketika dia dalam keadaan sujud, maka perbanyak doa (di dalamnya).” (HR. Muslim). Maka Sholatlah!
Dengan sholat, jalan itu mulai terlihat. Namun, dimana arah? Akankah saya terus berjalan mengikuti kemana jiwa melangkah dalam jalan yang telah terlihat itu. Ayat selanjutnya memberi jawab.  “Kembalilah kepada Robb-mu dengan hati yang ridho lagi diridhoi-Nya”. Ya, dalam sholatku saya harus kembali kepada Dzat yang menciptakanku, yang mengetahui diriku lebih dari apa yang kuketahui tentang diriku. Tapi, bagaimana saya kembali kepada Alloh? Bukankah untuk kembali kepadanya saya harus mati terlebih dahulu? Mungkin kamu belum bisa kembali kepada Alloh secara mutlak. Akan tetapi, berkunjunglah ke rumah Alloh. Mulailah proses kembalimu kepada Alloh dengan secara rutin  berkunjung ke rumah-Nya, sholat fardhu di rumah Alloh. Berdoalah dan berharaplah dengannya kau bisa benar-benar kembali padanya kelak setelah mati. Jadilah sebagian dari Orang-orang yang khusyuk. “Dan mintalah pertolongan (kepada Alloh) dengan sabar dan (mengerjakan sholat) sholat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’. (Yaitu,) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.(2:45-46)” Dimanakah Rumah Alloh? Anas RA meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Siapapun yang mencintai Allah SWT, harus mencintai aku. Siapapun yang mencintai aku harus mencintai Sahabat-Sahabatku. Siapapun yang mencintai Sahabat-Sahabatku, harus mencintai Al Qur’an. Siapapun mencintai Al Qur’an, harus mencintai masjid. Masjid adalah rumah Allah SWT. Allah SWT telah memerintahkan kita untuk memuliakannya. Allah SWT telah memberkati tempat ini dan orang-orang yang menempatinya untuk urusan yang benar. Allah SWT melindungi masjid-masjid ini dan penghuninya. Para penghuni ini mendirikan shalat di dalam masjid-masjid ini. Allah SWT memenuhi kebutuhan mereka dan mengabulkan doa-doa mereka. Allah SWT melindungi harta-harta mereka selagi mereka berada di dalam masjid.” (Qurtubi) Pergilah sholat fardhu ke masjid! Pergilah kesana dengan hati yang ridho, tinggalkan urusan-urusan dunia yang menyibukkanmu, yang tidak bisa menjadi udzur atau keringanan untuk menghentikan langkahmu ke masjid. Ikhlaskan, relakan duniamu! ”Sesungguhnya, tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah Azza wa Jalla, melainkan pasti Allah akan menggantikan dengan sesuatu yang lebih baik bagimu.” (HR Ahmad, al-Albani mengatakan, sanadnya shahih sesuai syarat Muslim). Pergilah kesana pada saat-saat yang dirirhoi-Nya! Saya ingat dulu Ustadz di kampung halaman saya pernah menjelaskan dari kitab Fathul Qorib, atau yang dulu selalu disingkat Taqrib, bahwa orang yang sholat pada awal waktu sepertiga pertama akan mendapatkan ridho Alloh, sepertiga kedua akan mendapat rohmat Alloh, dan sepertiga akhir hanya mendapatkan pemberian maaf dari Alloh. Dulu, beliau memberi analogi, ketika tuan rumah menyiapkan beberapa hadiah bagi orang yang bertamu ke tempatnya pada waktu tertentu. Orang-orang yang datang pada awal waktu yang ditentukan dipersilakan memilih sendiri hadiah apa yang mereka inginkan, yang datang kemudian karena hadiahnya tinggal terbatas diberi seadanya, sedang yang datang belakangan karena hadiah sudah habis dan pintu rumah mau ditutup, ketika mereka datang, tuan rumah berkata, “Maaf ya, jatahnya sudah habis. Lain kali datang lebih awal”.
“Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hambaku!”. Sendiri itu rapuh. Saya sadari itu. Bahkan, Nabi Musa pun meminta kepada Alloh agar dalam menjalankan da’wahnya kepada Bani Isroil, diberi pendamping, yaitu Nabi Harun. Pun, Nabi Isa dengan hawariyyun atau Rosululloh Muhammad dengan Abu Bakar. Meskipun saya telah berada dalam jalan yang benar dengan pemahaman arah yang benar pula, saya sadar di jalan itu ada banyak ujian maupun halangan entah berupa keburukan, malang maupun kelalaian atas kebaikan dan keberuntungan. Ya, sholat sendiri adalah pilihan terakhir yang penuh penyesalan. Maha Suci Alloh yang memberikan solusi atas keraguan akan kemampuan saya untuk bisa bertahan meraih ketenangan jiwa, kedekatan  dengan Alloh, serta keterbukaan dan kelapangan hati akan petunjuk-Nya. Sholatlah secara berjama’ah! Berkumpul dengan orang-orang yang berusaha menjadi sebenar-benar hamba Alloh. Berusaha kembali kepada fitrah penciptaannya. “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah (kepada-Ku)”(51:57).
“Dan masuklah surgaku”. Senyuman yang berseri yang selalu kutemukan ketika berjamaa’ah di masjid. Doa keselamatan yang  kudapatkan berkali-kali. Jabat tangan erat yang menambahkan kemantapan. Tepukan di bahu yang menyalurkan semangat yang menegakkan. Entah bagi orang lain, Bagi saya itulah sebagian surga di dunia. Perasaan tenang yang dalam hingga sedikit kantuk menimpa, memberikan rasa nyaman menormalkan kembali gejolak-gejolak jiwa yang  melanda menumbuhkan dan menyegarkan kembali perasaan bahagia. Saya kira, ini juga bagian dari surga.

Itulah sebaris kisah saya atas tanya jiwa. Kenapa saya? Sebagian orang mungkin lebih tahu mengenai pahala, kebaikan, kewajiban, hikmah, peringatan, ancaman, dan lainnya berkaitan dengan kata kunci sholat fardhu, awal waktu, berjama’ah, dan masjid. Akan tetapi, seperti dalam paragraf awal, inilah sebagian ukuran-ukuran saya. Semoga impian saya untuk menjadi ma’mum sholat berjama’ah dengan Imam Rosululloh Muhammad Saw. di surga kelak dalam shof yang masih bisa melihat gerakan beliau, mendengar bacaan Quran dan takbir beliau akan tercapai. Terima kasih saya sampaikan kepada pembaca tulisan saya yang mendoakan agar Alloh mengabulkan dan membimbing saya untuk merealisasikan impian tersebut. Semoga Impian-impian anda pun tercapai. Bagi yang Alloh takdirkan mengenal saya, ingatkanlah saya dan nasihatilah saya akan perasaan dan impian saya ini. Jazakumullohu Khoiron, Astaghfirullohal Adzim wa shodaqollohul Adzim.

1 komentar:

zachflazz mengatakan...

siip, dalam sekali mengena di hati saya.
OK Insya Allah saya belajar mengamalkan ini.

Posting Komentar